Iran meluncurkan ratusan drone untuk menyerang Israel pada Minggu 14 April 2024 sebagai serangan balasan di Damaskus.
Dalam serangan berlapis-lapis selama beberapa jam, Iran baru saja berhasil melancarkan serangan drone dan rudal terbesar yang pernah terjadi yang mencakup jarak terjauh dalam operasi militer sesungguhnya.
“Operasi tersebut mencapai tingkat keberhasilan yang melebihi ekspektasi kami,” kata Panglima IRGC Hossein Salami dilansir dari Al Jazeera.
Dia menambahkan, bahwa proyektil tersebut hanya menargetkan lokasi militer, termasuk pangkalan udara Nevatim di gurun Negev yang diduga digunakan untuk melancarkan serangan Israel di konsulat Iran di Suriah.
Drone kamikaze Shahed-136 yang membawa hulu ledak relatif kecil dengan berat sekitar 50kg (110 pon) digunakan dalam serangan terhadap Israel tersebut, demikian televisi pemerintah Iran mengatakan seperti dilansir dari Al Jazeera.
Dilansir dari Guardian, Drone Shahed 136 memiliki badan pesawat serat karbon ringan dan jangkauan lebih dari 1.500 mil. Drone ini dapat membawa 20-40kg bahan peledak, sekitar dua kali lipat dari 131 dan cukup untuk “meledakkan lubang yang cukup besar pada struktur yang tidak diperkeras” menurut Justin Bronk, seorang analis penerbangan di Royal United Services Institute.
Drone ini, tambah Bronk, paling baik dianggap sebagai pengganti yang murah untuk rudal jelajah berpemandu, paling efektif melawan “struktur lunak” atau “struktur statis” untuk “menginvestasikan uang dalam pertahanan.
Jalur penerbangan biasanya sudah diprogram sebelumnya dan bisa jadi sangat rumit, dan Shahed sering kali menggunakan kombinasi canggih sistem navigasi AS, Rusia, dan Tiongkok untuk membuatnya lebih sulit diganggu, menurut Bronk.
Untuk harga, dalam sebuah dokumen yang bocor menunjukkan bahwa Rusia pernah membayar US$193.000 atau Rp3 miliar untuk setiap drone Shahed-136
Saluran Telegram yang berafiliasi dengan IRGC mengatakan Shahed-238, yang ditenagai oleh turbojet dan bukan baling-baling pada model 136, juga digunakan dalam serangan itu. Model 238 mengorbankan beberapa kemampuan manuver untuk kecepatan yang jauh lebih tinggi yang diyakini mencapai 600kmph (372mph).
Shahed 238 mampu terbang dengan kecepatan dua kali lipat dari 136 sehingga lebih sulit dilacak dengan senapan mesin atau meriam.
Dikenal juga sebagai drone Geran, drone ini dikenal dengan suaranya yang khas, rendah, berdengung, dan mampu membawa hulu ledak yang akan pecah atau meledak ketika mencapai sasaran yang dituju.
Mereka paling sulit dilawan oleh pertahanan udara ketika mereka datang dalam jumlah besar.
Shahed 238 dilengkapi dengan mesin turbojet dan panduan dengan koordinat. Berat lepas landas maksimum adalah 370 kg, dan hulu ledaknya juga 50 kg. Kecepatan maksimumnya adalah 600 km/jam.
Jangkauan penerbangan maksimal adalah 1000 km, dan ketinggian tertinggi adalah 9,000 m. Sedangkan harga untuk drone ini Rusia dilaporkan membayar US$1,4 juta atau Rp21,9 miliar per unit untuk satu jenis Shahed-238.
Sementara itu, Televisi pemerintah mengatakan rudal balistik jarak jauh Emad dan rudal jelajah Paveh digunakan untuk menyerang Israel. Pada bulan Februari, dalam latihan militer skala besar yang mencakup simulasi serangan terhadap pangkalan udara Palmachim di Israel, IRGC menggunakan rudal Emad dan meluncurkan rudal balistik Dezful dari kapal perang.
Iran juga memiliki Fattah, sebuah rudal balistik hipersonik yang secara teori dapat tiba di Israel hanya dalam waktu tujuh menit, bersama dengan varian rudal jelajah dari keluarga yang sama.
Tidak ada indikasi rudal tersebut digunakan dalam serangan Minggu pagi. Iran telah lama dikenal memiliki persenjataan rudal terbesar dan paling beragam di Timur Tengah, namun sejauh ini merupakan uji coba terbesar atas kemampuannya.
Drone Iran telah menjadi berita utama internasional selama beberapa tahun terakhir, terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina lebih dari dua tahun lalu.
Para pejabat Ukraina mengatakan drone Shahed milik militer Rusia rancangan Iran terus menghujani wilayah mereka. (*)